Agar Mudah Dipakai, Mesinnya Harus Sederhana

Wirianus Beslar, Peserta Pameran TTG Asal Sulawesi Selatan sedang menjelaskan manfaat mesin pemotong ubi sederhana kepada pengunjung di arena TTG di Banda Aceh. | yayan zamzami
Arena Gelar Karya Teknologi Tepat Guna (TTG) ramai dikunjungi warga. Aneka peralatan hasil karya rekayasa teknologi membuat pengunjung penasaran.
“Kalau mau membuat masyarakat dekat dengan teknologi, kita harus bisa menciptakan teknologi sederhana dan bisa dimanfaatkan warga desa. Warga desa tak akan mampu mengendalikan mesin dengan teknologi canggih, karena biaya operasionalnya mahal sekali,” jelas Ismail Sidi, Pencipta mesin penetas telur asal DKI Jakarta yang berpartisipasi dalam arena Gelar Karya Teknologi Tepat Guna (TTG) yang berlangsung di Banda Aceh, Sabtu (10/10/2015).
Dalam penciptaannya, Ismail Sidi melengkapi mesin tetas telurnya dengan teropong telur alias alat USG (ultra Sonografi) untuk melihat apakah telur akan bisa menjadi ayam atau burung puyuh, atau tidak.
“Nah, teropong ini akan sangat membantu para peternak, sehingga dia tahu mana telur yang akan menetas atau tidak, jika telur tidak bisa menetas segera bisa disingkirkan dan digantikan dengan telur yang lain,” jelas Ismail.
Tak hanya mesin tetas telur otomatis yang dilengkapi dengan teropong telur, Ismail Sidi juga sudah menciptakan berbagai mesin yang memang dibutuhkan oleh warga yang berdomisili di pedesaan dan berprofesi sebagai petani dan peternak. Diantarnya mesin pipil jagung, mesin perontok padi, mesin mengolah daging, dan aneka mesin lainnya.
“Cara kerja mesin-mesin ini sangat sederhana, dan bentuknya juga sederhana, karena kalau terlalu canggih, maka warga desa tak akan mampu mengoperasionalkannya, lagian warga desa tidak akan mau alat yang susah, mereka maunya yang mudah dan sederhana tapi bisa meringankan beban kerja,” ujar Ismail.
Pentingnya menggalakkan teknologi tepat guna bagi masyarakat khususnya di pedesaan juga diamini oleh Wirianus Beslar, penemu mesin potong ubi kayuh tangan. Laki-laki asal Toraja ini juga mengatakan demi meningkatkan kesejahteraan para petani di desa, hendaknya para warga desa harus didekatkan dengan teknologi yang bisa dioperasionalkan langsung oleh masyarakat.
“Selain harganya murah, menggunakannya pun mudah, dan mampu dijangkau oleh masyarakat,” ujar Wirianus, saat mengenalkan mesin pemotong ubi dan pisang kepada pengunjung di arena Gelar Karya Teknologi Tepat Guna (TTG) XVII Tingkat Nasional di Banda Aceh.
Bagi masyarakat di pedesaan, sebut Wirianus, hendaknya bersandarkan pada lima hal, yakni relevansinya, efektifitas, efisisensi, lesson learn dan berkelanjutan. Selain itu juga harus diperhatikan lingkungan. Jangan teknologi bagus tapi bermasalah dengan lingkungan.
Saat ini teknologi yang banyak dikenalkan atau digadang-gadang di masyarakat, sebut Wirianus, adalah teknologi elektronika, seperti televisi, parabola, handphone canggih, masyarakat diminta baca internet biar tambah pengetahuannya.
“Ini bukan tidak boleh, tapi masih kurang cocok. Jika tujuan kita adalah meningkatkan ekonomi rakyat pedesaan, karena sumber daya manusia di desa tidak terlalu mumpuni untuk itu, tapi coba berikan mereka teknologi tepat guna yang bisa dimanfaatkan dalam bekerja sehari-hari pasti ini akan memberi kemajuan bagi warga,” jelas aktifis pada Pusbinlat Motivator Pembangunan Masyarakat Desa, Tanatoraja, Sulawesi Selatan ini.
Kini, sebut Wirianus, harusnya pemerintah memang mengaplikasikan teknologi tepat guna bagi warga desa dan harus bisa memberi nilai tambah bagi petani sehingga ekonominya meningkat. “Pembinaan ini yang harus ditingkatkan, setelah beri bibit, beri juga pendampingan dan pegolahan hasilnya nanti, sehingga warga bisa terarah,” ujarnya.

Sebanyak 33 provinsi di Indonesia hadir dalam arena pameran TTG yang dihelat di Banda Aceh. Aneka temuan warga pun dipamerkan di stadion Harapan Bangsa Banda Aceh. (yayan zamzami)
Dimuat di edisi cetak - TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 51 | OKTOBER 2015

Post a Comment

0 Comments