* Plus Pelabuhan Krueng Geukueh
“Peluang untuk memaksimalkan
produksi pupuk PIM dan AAF cukup besar, karena produksi gas dari Tangguh, Papua
dan daerah lainnya tidak lagi mengutamakan penjualan ke luar negeri. Melainkan
difokuskan lebih dulu untuk pemenuhan bahan baku gas di dalam negeri.”
-- Ir Iskandar MSc --
Kepala Badan Investasi dan Promosi Aceh
Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK) Lhokseumawe yang akan dibentuk, meliputi empat proyek vital yang
ada di Lhokseumawe dan Aceh Utara, yaitu Arun, PIM, AAF, dan KKA. Kawasan yang
total luas arealnya diperkirakan mencapai 2.800 hektare, juga meliputi
Pelabuhan Krueng Geukueh.
Untuk percepatan persiapan persyaratan
pembentukannya, Kementerian Koordinator Maritim di bawah pimpinan Rizal Ramli,
telah membentuk tim terpadunya. Sementara untuk Aceh, Gubernur Aceh dr Zaini
Abdullah ditunjuk sebagai ketua tim.
Demikian disampaikan Kepala Badan Investasi
dan Promosi Aceh, Ir Iskandar MSc mengatakan menjawab Tabangun Aceh, di
Banda Aceh Sabtu (12/9/2015).
Iskandar menjelaskan, Presiden Joko Widodo
menugaskan Menko Maritim Rizal Ramli, sebagai ketua tim pusat. Kemenko Maritim,
membawahi empat kementerian, yaitu Kementerian Energi Sumber Daya Mineral,
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan dan Kementerian
Pariwisata.
Keempat kementerian itu, kata Iskandar,
terlibat langsung dalam pembentukan dan pelaksanaan operasional KEK Lhokseumawe
tersebut. Misalnya Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), terlibat
langsung dalam program pengembangan sumber energi yang akan dilakukan di
Kawasan KEK Lhokseumawe.
Contohnya program regasifikasi terminal Gas
Arun yang kini telah berjalan. Operasionalnya, diserahkan kepada Pertamina yang
telah mendelegasikan pelaksanannya di lapangan kepada anak perusahannya, yaitu
PT Pertagas Arun. Untuk proyek ini, pusat memberikan peluang kepemilikan saham
30 persen kepada Pemerintah Aceh.
Terkait peran Kementerian Perhubungan dalam
percepatan pembentukan KEK Lhokseumawe, Iskandar menjelaskan, Kemenhub
diberikan tugas untuk meningkatkan fasilitas pelabuhan Krueng Geukueh, yang
masih kurang. Dengan harapan, setelah proyek vital yang ada nanti beroperasi
optimal, pelabuhan itu bisa langsung digunakan untuk mengekspsor maupun mengimpor
bahan baku yang dibutuhkan keempat proyek vital dimaksud.
Misalnya mendatangkan bahan baku kayu untuk
pabrik Kertas Kraf Aceh (KKA), dan menjual atau mengekspor produksi kertas yang
sudah jadi ke luar negeri. Begitu juga dengan produksi pupuk dari PT PIM maupun
AAF, jika nanti bisa dioperasikan.
Peluang untuk memaksimalkan produksi pupuk
PIM dan AAF cukup besar, karena produksi gas dari Tangguh, Papua dan daerah
lainnya atas kebijakan Menteri ESDM, tidak lagi mengutamakan penjualan ke luar
negeri, melainkan difokuskan lebih dulu untuk pemenuhan bahan baku gas di dalam
negeri.
Kebijakan itu, lanjut
Iskandar, dilakukan karena pemerintah sangat menginginkan pabrik pupuk di
Indonesia, yang masih memberikan keuntungan bagi negara dan rakyatnya, harus
kembali dioperasikan. Tujuannya, untuk mendorong dan penguatan program
kedaulatan pangan dan agro industri.
Sedangkan pabrik pupuk yang tidak ekonomis
lagi, dicari jalan untuk merevitalisasinya agar pabrik tersebut memberikan
manfaat bagi rakyat dan negara. Tujuan dari kebijakan dan program tersebut
adalah, untuk memberikan peluang pekerjaan sebesar besarnya bagi rakyat
Indonesia umumnya dan khususnya masyarakat Aceh.
Selanjutnya, peran Kementeri Kelautan dan
Perikanan dalam pembentukan KEK Lhokseumawe, untuk memberikan bimbingan dan
bantuan serta menyusun program yang bisa meningkatkan pengalian potensi hasil
ikan laut yang berada di lautan serta daratan Aceh, untuk peningkatan
pendapatan nelayan dan devisa negara dari kegiatan ekspornya.
Potensi Perikanan Aceh cukup besar. Hal ini
dibuktikan 60-80 persen bahan baku industri pengalengan ikan yang da di Kawasan
Industri Medan (KIM) Sumut, berasal dari Aceh. Ikan tuna sirip kuning dan jenis
lainnya, yang berada di kawasan pantai timur-utara dan barat Selatan Aceh lautan
dalam Aceh, yang terkenal dengan rasa lezat dan nikmatnya, serta sangat
disenangi konsumen di luar negeri, belum tereksploitasi secara maksimal.
“Nelayan tangkap di Aceh, masih butuh
bimbingan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, untuk mengekploitasinya laut
dalam di wilayah Aceh bagi peningkatan kesejahteraan rakyat Aceh. Begitu juga
dengan perikanan pantai dan daratnya,” kata Iskandar.
Sedangkan Kementerian Pariwisata dalam
pengembangan KEK Lhokseumawe, sesuai dengan tugas dan fungsi dati kementerian
itu, yakni pengembangan promosi wisata nasional untuk mendatangkan turis
sebanyak-banyaknya ke Indonesia. Tujuannya agar masyarakat bisa mendapat rezeki
dari kehadiran turis tersebut, terutama untuk mendukung industri kuliner,
kerajinan dan lainnya, yang telah tumbuh dan berkembang cukup pesat di Aceh.
“Di luar keempat kementerian di bawah menko
Maritim tadi, masih ada beberapa kementerian lagi yang berada di bawah Kemenko
Perekonomian juga terlibat. Misalnya
Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Industri dan
lainnya,” kata Iskandar.(heri hamzah)
Dimuat di edisi cetak - TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 50 | SEPTEMBER 2015
0 Comments