Kadis Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh M Yunus sedang berikan makan sapi induk birahi di kandangnya di Indrapuri | Foto: Heri Hamzah |
“Kedua program ini dilakukan
untuk pencapaian target penambahan populasi ternak sapi tahun 2015 ini,
mencapai angka 536.930 ekor.”
-- Dr Ir M Yunus MSc --
Kadis
Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh
|
Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh fokus
menjalankan dan mengawal dua program unggulan untuk percepatan penambahan
populasi sapi dan kerbau. Yaitu penyerantakan
birahi (Gertak Birahi) kepada sapi dan kerbau betina dalam jumlah yang
banyak, serta membangun laboratorium sperma beku di perbukitan Krueng Raya Aceh
Besar.
Kepala Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh, Dr Ir M Yunus
MSc mengatakan, untuk program Gertak Birahi, jumlah induk sapi yang disuntik
hormon pembangkit birahi mencapai 50 ekor. “Untuk sementara ini, Gertak Birahi
ini baru dilakukan kepada ternak sapi lebih dulu, sedangkan kepada kerbau tahun
depan,” kata M Yunus.
Menurutnya, sebanyak 50 ekor induk sapi sapi betina hasil
inseminasi buatan (IB) yang dipasok dari Pulau Jawa sebelum puasa lalu, telah
disuntik hormon pembangkit birahi. Setelah hormon ini memberi reaksi lalu
disuntik sperma sapi jantan ke dalam rahim. Proses ini dikenal dengan sebutan
kawin suntik atau inseminasi buatan (IB).
“Lokasi kegiatan Gertak Birahi ini baru dilakukan pada satu tempat
di Kecamatan Kuta Malaka, Aceh Besar, sebagai demplot atau pilot project,” kata
M Yunus.
Program Gertak Birahi ini, lanjut Yunus, sudah dicanangkan Dirjen
Peternakan melalui Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan
Ternak (BBPUHPT) Baturaden, dengan pilot project di tiga provinsi, yaitu Jawa
Tengah, Jogyakarta, dan Gorontalo. Di luar tiga provinsi itu, Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh,
melakukan demplot secara mandiri melalui sumber dana APBA 2015.
Menurutnya, disamping untuk percepatan penambahan populasi sapi di
Aceh, program Gertak Birahi ini juga untuk memperlihatkan kepada daerah lain
bahwa Aceh tidak mau ketinggalan dalam hal kemajuan teknologi industri
peternakan. Hasil dari program ini akan menjadi andalan Aceh pada even
pertemuan kelompok tani nasional yang akan berlangsung di Banda Aceh dan Aceh
Besar, pada tahun 2017 nanti.
“Kita tidak mau ketinggalan teknologi
percepatan pengembangan populasi ternak secara moderen tersebut. Tenaga ahli untuk
melakukan ini cukup banyak di Fakultas Kedokteran Hewan,” ujar Yunus.
Sapi-sapi yang telah mendapat kawin suntik (IB), lanjut Yunus,
akan melahirkan serentak. Ini artinya, jika seluruh (50 ekor sapi) yang
disuntik hormon itu berhasil, maka 7-9 bulan ke depan akan lahir 50 ekor anak
sapi baru secara serentak dari hasil inseminasi buatan.
Program Gertak Birahi ini tidak membutuhkan
modal besar dan bisa dilakukan oleh peternak dengan bantuan petugas
peternakan/mantri ternak kawin suntik (IB) yang terdapat di kecamatan. “Dinas
Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh, siap membantu memberikan bimbingan tehnis,
kepada pengusaha lokal dan kelompok tani yang mau melakukan program Gerta
Birahi sapi betina secara mandiri,” ujarnya.
Pembekuan sperma
Berbicara tentang program unggulan kedua, M Yunus mengatakan,
program pembangunan laboratorium pembekuan sperma sapi jantan dan kerbau jantan
di perbukitan Krueng Raya Aceh Besar sudah dimulai tahun lalu. Kandang-kandang
sapi dibangun di areal seluas 10 hektare. Di sinilah nantinya pusat penelitian
pembekuan sperma sapi dan kerbau jantan
berada.
Pada tahun ini, akan dilakukan pembangunan gedung laboratoriumm
bersama prasana dan sarana infrastruktur pendukung lainnya dengan pagu anggaran
Rp 25 miliar. Setelah pembangunan prasana dan sarana infrastrukturnya selesai
akhir tahun ini, maka tahun depan akan dilanjutkan dengan pengadaan peralatan
laboratorium dan SDMnya.
Program kedua ini, disamping untuk kepentingan pembangunan
industri peternakan Aceh masa depan, juga untuk menyambut pertemuan even
nasional kelompok tani se Indonesia tahun 2017 mendatang. “Kita akan
perlihatkan kepada peserta Penas dari seluruh Indonesia, bahwa Aceh telah
memiliki laboratrorium pembekuan sperma sapi dan kerbau jantan. Mereka bisa
beli dari Aceh, tidak lagi harus mengimpor dari Australia,” ujarnya.
Yunus meyakini kedua program uggulan Dinas Kesehatan Hewan dan
Peternakan Aceh ini bisa menarik investor luar untuk menanamkan investasinya di
Aceh. Karena infrastruktur prasarana dan sarana untuk mendukung penggemukan dan
perkembangan populasi sapi sudah dimiliki. “Kedua program ini dilakukan untuk
pencapaian target penambahan populasi ternak sapi tahun 2015 ini, mencapai
angka 536.930 ekor,” kata Yunus.
“Kalau untuk industri ayam potong, Aceh sudah swasembada, karena
untuk pemenuhan kebutuhan lokal, tidak perlu dipasok dari luar lagi,”
tambahnya.
Yunus menyebutkan, kebutuhan ayam potong berbagai rumah makan, KFC
dan CFC yang ada di Aceh, sudah disuplia dari peternakan ayam pedaging yang ada
di Aceh. “Produksi ayam pedaging kita sudah mencapai angka 3 juta ekor lebih
per tahun,” ujarnya.
Namun,
untuk ayam petelur, para peternak ayam di Aceh baru mampu memenuhi 30 persen
dari total kebutuhan sekitar 1 juta butir per minggu. Sisanya dipasok dari Sumut.(heri hamzah)Dimuat di edisi cetak - TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 51 | OKTOBER 2015
0 Comments