Pembangunan Berbasis Riset


Opini oleh: Bulman Satar

Dalam kurun waktu yang cukup lama idea research-based development di negeri ini telah dibajak oleh paradigma “pembangunan berbasis keinginan” yang menyebabkan banyaknya terjadi kasus-kasus “malpraktek pembangunan”, hingga membuat pembangunan kita menjadi salah arah dan sia-sia.

Basis kemajuan sesungguhnya adalah iptek, ilmu dan teknologi. Ilmu dan teknologi adalah wujud dari apa yang kita sebut sebagai penemuan (invention). Penemuan-penemuan sepanjang sejarah adalah bagian yang terpisahakan dari dinamika peradaban manusia. Penemuan lahir sepanjang sejarah berkat adanya kualitas kritis manusia untuk mempertanyakan sekaligus mencari jawaban atas berbagai tantangan kehidupannya. Proses-proses ini kemudian melahirkan ide-ide kreatif manusia, baik yang timbul secara individual maupun kelompok, lalu diterima dan diterapkan secara luas sebagai bentuk ilmu dan teknologi.

Penemuan prinsip-prinsip tentang bagaimana hukum alam bekerja memungkinkan manusia mengembangkan secara sistematis apa yang kita sebut sebagai ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan lalu memungkinkan manusia meyiasati dan merekayasa berbagai potensi dan daya dukung alam dan sosial untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Bentuk-bentuk rekayasa ini lalu melahirkan applied sience (ilmu terapan) yang melahirkan bentuk-bentuk teknologi yang mengacu kepada hukum-hukum mekanik alam, dan pure science (ilmu murni) dalam bentuk ide dan prinsip-prinsip tentang social order (ketaraturan sosial), dimana keduannya akan terus berkembang, berevolusi menembus batas-batas kemungkinan manusia

Satu keniscayaan bahwa satu bentuk ilmu pengetahuan atau teknologi akan terus berevolusi untuk menstimulasi lahir dan berkembangnya ilmu pengetahuan atau teknologi baru lainnya. Jadi ilmu pengetahuan dan teknologi bersifat sangat dinamis dan terbuka terhadap kemungkinan-kemungkinan baru. Inilah yang memungkinkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung seperti siklus reproduksi yang tak habis-habisnya, dan ini menjadi modal bagi manusia dalam menjawab segala tantangan hidupnya yang semakin kompleks dan berubah-ubah. 

Reproduksi ilmu pengetahuan dan teknologi ini dapat kita lakukan dengan eksplorasi dan verifikasi ulang melalui kegiatan penelitian atau riset. Kesadaran akan pentingnya proses reproduksi ilmu pengetahuan dan teknologi dalam meningkatkan kualitas hidup manusia inilah yang telah menjadi dasar bagi berkembangnya paradigma Pembangunan Berbasis Riset (Research-Based Development).

Penelitian/riset telah diterima secara luas sebagai tahapan penting yang memberikan landasan dan kerangka kerja objektif bagi formulasi kebijakan-kebijakan pembangunan. Temuan-temuan dan rekomendasi yang dihasilkan oleh aktivitas penelitian/riset memberikan rumusan-rumusan valid yang sangat berguna dalam praksis pembangunan sehingga potensi malpraktek dan kegagalan dapat dihindari, sekaligus memastikan proses pembangunan tepat guna dan sasaran sehingga pada gilirannya betul-betul dapat meningkatkan kualitas kehidupan manusia. 

Terutama di negara-negara maju, katakanlah seperti Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Jerman, Korea Selatan, Italia, Perancis, dan negara-negara maju lainnya, riset bukanlah pendekatan baru dalam praktek-praktek pembangunan. Mereka telah memiliki tradisi yang cukup panjang dalam menerapkan pendekatan pembangunan yang berbasis pada hasil-hasil riset/penelitian. Konsistensi mereka untuk menjadikan program-program riset/penelitian sebagai bagian integral dari program-program pembangunan telah mendorong mereka mencapai kemajuan pesat dalam segala aspek kehidupan dan membuat mereka superior dibanding dengan negara-negara lain di dunia. Lalu bagaimana dengan di Indonesia, khususnya Aceh? Pendekatan pembangunan yang menilai pentingnya kontribusi dunia keilmuan dalam pembangunan sebenarnya telah direspon sejak lama oleh pemerintah. Secara struktural dalam tata kelola pemerintahan kita dikenal adanya unit kerja “Litbang” (Penelitian dan Pengembangan), dengan tugas pokok dan fungsi melakukan kajian-kajian dan inovasi yang hasilnya diharapkan bisa menjadi referensi dan dasar yang objektif bagi formulasi kebijakan-kebijakan pembangunan yang diambil oleh pemerintah. Namun sayangnya kita bermasalah dengan konsistensi.

Dalam kurun waktu yang cukup lama idea research-based development di negeri ini telah dibajak oleh paradigma “pembangunan berbasis keinginan” yang menyebabkan banyaknya terjadi kasus-kasus “malpraktek pembangunan”, hingga membuat pembangunan kita menjadi salah arah dan sia-sia. Inilah kenyataan yang terus kita hadapi. Inilah yang membuat negara dan bangsa kita tertinggal semakin jauh dari negara-negara lain, bahkan paling dekat dengan negara tetangga kita sendiri Malaysia, yang tahun 1970-an dan 1980-an masih belajar dari kita. Pertanyaannya, apakah kondisi ini akan kita biarkan begini terus atau kita akan melakukan perbaikan?

Penulis adalah PNS di Bappeda Aceh,
email: abul_03@yahoo.com

Dimuat di edisi cetak - TABLOID TABANGUN ACEH - EDISI 30 | Maret 2013


Post a Comment

0 Comments