Pembangunan Infrastruktur Aceh 2017

Muhammad Fadhil

Sementara itu Kepala Bappeda Aceh melalui Kepala Bidang Perencanaan Sarana dan Prasarana, Muhammad Fadhil, ST, MT, menyampaikan kepada Tabangun Aceh (12/4/16) bahwa program pembangunan infrastruktur Aceh pada tahun 2017 akan diarahkan untuk mendukung  pelaksanaan agenda pembangunan yang tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2012-2017.

Pada tahun kelima RPJM ini, pembangunan akan lebih menitikberatkan pada upaya konsolidasi dalam rangka pengembangan kawasan-kawasan strategis yang memiliki potensi ekonomi. Termasuk di dalamnya upaya revitalisasi kawasan dan peningkatan aksessibilitas kawasan terisolir (îsolated areas) dan terpencil (remote areas).

Secara garis besar, isu strategis di bidang pembangunan infrastruktur antarsektor dan antarwilayah dapat dirumuskan dalam beberapa isu utama. Yaitu fasilitas infrastruktur yang meliputi jaringan jalan, perumahan, air minum, persampahan, air limbah, drainase, jaringan irigasi, transportasi dan energi serta pengembangan dan pengelolaan sumberdaya alam.

Ketersediaan “ruang” sebagai wadah terlaksananya kegiatan pembangunan infrastruktur tersebut, menjadi poin penting yang tidak dapat diabaikan. Penyusunan dokumen rencana strategi pembangunan Pemerintah Aceh akan mengacu pada dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh yang merupakan jangkar pembangunan (development anchor) infrastruktur Aceh selama 20 tahun (2013-2033).

Lebih lanjut, M Fadhil menyebutkan bahwa potensi pengembangan wilayah Aceh didasarkan pada pengaruh yang sangat penting terhadap pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan secara holistik (secara menyeluruh sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan).

Guna mewujudkan hal ini, arah pengembangan kawasan strategis Aceh sebagaimana diatur dalam RTRWA (2013-2033) menetapkan empat kawasan sebagai bagian dari rencana pengembangan kawasan strategis Aceh yang meliputi:

Kawasan Pusat Perdagangan dan Distribusi Aceh atau ATDC (Aceh Trade and Distribution Center) yang tersebar di 6 (enam) zona, meliputi:
  • Zona Pusat: Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Kab. Aceh Besar dan Pidie dengan lokasi agro-industry di Kab. Aceh Besar
  • Zona Utara: Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Bireuen, Kota Lhokseumawe, Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah dengan lokasi pusat agro-industry di Kabupaten Bireuen
  • Zona Timur: Kabupaten Aceh Utara, Aceh Timur, Kota Langsa, Aceh Tamiang dengan lokasi pusat agro industry di Kabupaten Aceh Tamiang
  • Zona Tenggara: Kabupaten Gayo Lues, Aceh Tenggara, Kota Subulussalam, Kabupaten Singkil, Pulau Banyak dengan lokasi pusat agro industry di Kabupaten Aceh Tenggara 
  • Zona Selatan: Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, Simeulue dengan lokasi pusat agro industry di Kabupaten Aceh Selatan
  • Zona Barat: Kabupaten Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Jaya dengan lokasi pusat agro industry di Kabupaten Aceh Barat

Kawasan agrowisata yang tersebar di 17 (tujuh belas) Kabupaten yang tidak termasuk ke dalam lokasi pusat agro industri

Kawasan situs sejarah terkait lahirnya MoU Helsinki antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka, dan

Kawasan khusus

Namun demikian, upaya mewujudkan pembangunan wilayah yang holistik menjadi tantangan tersendiri bagi Pemerintah Aceh ke depan. Misalnya saja sistem jaringan jalan di Aceh yang belum optimal memberikan pelayanan bagi pergerakan arus barang dan orang yang memadai, sehingga belum mampu mendukung pertumbuhan ekonomi dan pengembangan potensi wilayah terisolir, demikian M Fadhil. [medi]

Post a Comment

0 Comments